PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
1. Pengertian Hukum
Hukum merupakan suatu sistem aturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.
Dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih.
Filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik
dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela." Dan
Filsuf Abdulkadir Muhammad, SH “Hukum
adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang
tegas terhadap pelanggarnya”.
2. Tujuan Hukum & Sumber
- sumber Hukum
A.
Tujuan Hukum
v Prof
Subekti, SH :
Hukum
itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa
dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
v Geny
:
Tujuan
hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna
dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
v Prof.
Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan
hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang
bertentangan secara teliti dan seimbang.
Pada
umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan
keadilan yang benar adanya, menjamin pertolongan yang ada kepastian hukum dalam
masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut.
Secara singkat Tujuan
Hukum antara lain:
·
Keadilan
·
Kepastian
·
Kemanfaatan
Jadi,
menurut penulis sendiri hukum bertujuan untuk mencapai kesejahteraan yang adil
dan yang harus dipelihara dengan baik bagi kepala Negara atau seorang penguasa
Negara. Dan juga mendapat jaminan karena adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta hukum itu
harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari
masyarakat itu.
B.
Sumber-sumber Hukum
Sumber-sumber hukum yaitu segala sesuatu yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan bersifat
memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi
yang tegas dan nyata. Sumber-sumber
Hukum ada 2 jenis yaitu:
v
Sumber-sumber hukum material : Dalam sumber
hukum material dapat ditinjau dari berbagai perspektif (sudut ekonomi, sejarah
sosiolagi, filsafat, dan lain-lain).
v
Sumber hukum formal : Dalam sumber dari suatu
peraturan memperoleh kekuatan mengikat, berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku (UU, kebiasaan, jurisprudentie).
Ø
Undang-undang ; suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum
yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
Ø
Kebiasaan ; suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal sama.
Ø
Keputusan Hakim (Jurisprudentie) ; Dari ketentuan pasal 22A.B , bahwa
seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan
suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang-undang ataupun kebiasaan tidak
member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka
hakim haruslah membuat peraturan sendiri berupa Traktat (Treaty) dan Pendapat
sarjana hukum (Doktrin).
3. Kodifikasi
Hukum
Yang
dimaksud dengan kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang dan sistematis tentang hukum
tertentu. Yang
menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan
kepastian hukum (di Perancis).
Aliran-aliran
(praktek) hukum setelah adanya kodifikasi hukum:
1) Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa hukum adalah
undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.
2) Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat bahwa
hukum terdapat di dalam masyarakat.
3) Aliran Rechsvinding adalah aliran diantara aliran
Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran Rechtsvinding berpendapat bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang
diselaraskan dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Kodifikasi
hukum di Perancis dianggap suaru karya besar dan dianggap memberi manfaat yang
besar pula sehingga diikuti oleh negara-negara lain. Maksud dan tujuan diadakannya
kodifikasi hukum di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan
kepastian hukum (rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilakan dari
kodifikasi tersebut ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum
yang timbul karena kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di
Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.
4.
Kaidah
/ Norma
Kaidah
hukum adalah peraturan yang
dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau
penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh
aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat
dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan
nyata yang dilakukan manusia.
Karena ada kaidah hukum maka hukum
dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman
atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada
konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau
pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Ada
4 macam norma yaitu :
a. Norma
Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian,
perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari
Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
b. Norma
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati.
Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai
pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
c. Norma
Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar
individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu
mengenai kesopanan.
d. Norma
Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus
dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa
norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.
5.
Pengertian
Ekonomi & Hukum Ekonomi
A. Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah sistem aktivitas
manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi
barang dan jasa. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos),
atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai
“aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.
Jadi, Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan
timbulnya kelangkaan.
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di
dalam memenuhi kebutuhannya yang relatif tidak terbatas dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas dan masing-masing sumber daya mempunyai alternatif
penggunaan (opportunity cost). Secara garis besar ilmu ekonomi dapat dipisahkan
menjadi dua yaitu ilmu ekonomi mikro dan ilmu ekonomi makro.
1. Ekonomi Mikro
Sementara ilmu ekonomi mikro mempelajari
variabel-variabel ekonomi dalam lingkup kecil misalnya perusahaan, rumah
tangga. Dalam ekonomi mikro ini dipelajari tentang bagaimana individu
menggunakan sumber daya yang dimilikinya sehingga tercapai tingkat kepuasan
yang optimum. Secara teori, tiap individu yang melakukan kombinasi konsumsi
atau produksi yang optimum bersama dengan individu-individu lain akan menciptakan
keseimbangan dalam skala makro dengan asumsi ceteris paribus.
2. Ekonomi Makro
Ilmu ekonomi makro mempelajari variabel-variabel
ekonomi secara agregat (keseluruhan). Variabel-variabel tersebut antara lain :
pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang
beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran
internasional.
B. Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah
suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam
masyarakat.
Dasar hukum ekonomi Indonesia :
·
UUD 1945
·
Tap MPR
·
Undang-undang
·
Peraturan
pemerintah
·
Keputusan presiden
·
Sk menteri
·
Peraturan daerah
Contoh
hukum ekonomi :
a. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik
maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
b. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka
jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan
barang dan jasa secara umum.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
v Hukum Ekonomi Pembangunan,
adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
v Hukum Ekonomi Sosial, adalah
yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil
pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi
manusia).
Sumber :
Subyek dan Obyek Hukum
1. Subyek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang memilki hak dan kewajiban
dalam lalu lintas hukum dan dalam menjalankan perbuatan hukum.
Subjek
hukum terdiri atas dua :
A. Manusia (natuurlijke
person)
Manusia sebagai subjek hukum ialah, seseorang yang
mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
Pasal 1 KUH perdata menyatakan bahwa menikmati hak
kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pasal 2 KUH Perdata bahwa anak yang ada dalam kandungan
seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak
menghendakinya dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan dianggap ia
tidak pernah ada.
Sebagai Negara hukum, Negara Indonesia mengakui setiap
orang sebagai manusia terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap orang diakui
sebagai subjek hukum oleh undang-undang.
Pasal 27 UUD 1945 menetapkan setiap warga Negara
mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum serta pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Oleh karena itu dalam hukum dapat
dibedakan dari segi perbuatan hukum :
a. Cakap melakukan perbuatan hukum. Orang dewasa
menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat.
b. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan pasal
1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian :
·
orang-orang yang belum dewasa
·
orang yang ditaruh dibawah pengampunan, yang terjadi karena gangguan
jiwa, pemabuk dfan pemboros
·
wanita yang dalam perkawinan/berstatus sebagai istri
B. Badan Usaha (rechts
Persoon)
merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang
(persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat
bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian,
badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai
pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan
memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya,
oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara
pengurus-pengurusnya.
Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk :
1)
Badan hukum public (public
rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirakan berdasarkan hukum
public, yang menyangkut kepentingan public, orang banyak dan Negara umumnya.
Contoh : eksekutif, pemerintahan.
2)
Badan hukum privat (privat
rechts person)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan
hukum itu. Contoh : PT, Koperasi, yayasan, dan badan amal.
2. Obyek Hukum
Objek hukum ialah benda. Benda
adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang
menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala
sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Menurut
pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Benda
yang bersifat bergerak :
1)
Benda bergerak karena
sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah
sendiri.
2)
Benda bergerak karena
ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda
bergerak, saham – saham perseroan terbatas.
b) Benda
yang bersifat tidak bergerak :
1)
Benda bergerak karena
sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2)
Benda tidak bergerak
karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
3)
Benda tidak bergerak
karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan
benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan
dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa
(verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
3. Hak Kebendaan yang
Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hukum
benda dalah peraturan – peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang
bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak sedangkan lawannya hak yang
nisbi atau hak relative yang kedua merupakan bagian dalam hak perdata.
a. Jaminan umum
Diatur pasal 1131 KUHP : segala kebendaan debitor, baik
yang ada maupun yang aka nada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang dibuatnya.
Pasal 1132 KHUP : harta kekayaan debitor menjadi
jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya.
Benda yang dapat dijadikan jaminan :
a)
Berda tersebut bersifat
ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
b)
Benda tersebut dapat
dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan Khusus
Merupakan jaminan yang
diberikan dengan penunjukan atas suatu barang tetentu secara khusus, sbg
jaminan untuk melunasi utang debitur yang hanya berlaku bagi kreditur tertentu
saja.
merupakan jaminan yang diberikan hak khusus, misalnya :
1) Gadai adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda
bergerak, tidak untuk dipakai tetapi untuk dijadikan sbg jaminan hutang.
Ada 2 pihak yang terlibat dalam
perjanjian gadai, yaitu Pihak pemberi gadai (debitur) dan Pihak penerima gadai (kreditur)
2) Hipotik menurut Pasal 1162 KUHPerdata. ”Suatu hak
kebendaan atas barang tidak bergerak milik debitur yang dipakai sebagai
jaminan”
Jangka waktu berlakunya Hipotik
Kapal Laut, yaitu Tergantung pada perjanjian pokok atau perjanjin kredit yang
dibuat antara debitur dengan bank kreditur
Prosedur hipotik adalah Pemohon
mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftaran dan pejabat balik nama dengan
mencantumkan nilai hipotik yang akan dipasang.
3) Hak Tanggungan Adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah.
Para pihak dalam perjanjian
pemberian hak tanggungan, yaitu Pemberi hak tanggungan dan Penerima hak tanggungan
Sumber :
HUKUM PERDATA
1. Hukum Perdata Yang Berlaku
Di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki
pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum
publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan
sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata
mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak
lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan
beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian, yaitu:
Ø Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga,
perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan,
sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya
UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Ø Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum
benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum
yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan
penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak
bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu);(ii)benda berwujud yang
bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Ø Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum
perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini
sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang
hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang
jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus
untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
Ø Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur
hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai
sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas
hukum di Indonesia.
2. Sejarah Singkat Hukum
Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata
Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang
pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code de Commerce (hukum
dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda
yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari
Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER
namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh
NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda
tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi
yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
BW :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda
WvK : Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Sistematika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa
bagian Buku, yaitu:
1) Buku 1, Tentang Orang
2) Buku 2, Tentang Benda
3) Buku 3, tentang Perikatan
4) Buku 4, Tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa.
3.
Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum perdata dalah hukum yang mengatur hubungan
antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum private materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum
pidana.
Hukum private (hukum perdata materil) adalah hukum yang memuat segala perturan yang
mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Selain
hukum perdata private materil ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal
dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang
memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di
lingkungan pengadilan perdata.
KEADAAN HUKUM PERDATA
Hukum
perdata di Indonesia saat ini masih majemuk atau beraeneka ragam. Faktor yang
mempengaruhinya antar lain :
Ø
Faktor ethnis,
Ø Faktor historia yuridis, yang dapat kita lihat pada pasal 163
I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a.
Golongan
eropa
b.
Golongan
bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c.
Golongan
timur asing (bangsa cina, India, arab)
Pedoman
politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis
dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
a) Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana
beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab
undang-undang yaitu di kodifikasi).
b) Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan
yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
c) Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing
jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
d) Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama
mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa
eropa.
e) Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis
dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4.
Sistematika
Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata (BW) ada 2 pendapat, yaitu :
A. Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku
Undang-Undang berisi:
v
Buku I : berisi mengenai
orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
v
Buku II : berisi tentang
hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
v
Buku III : berisi tentang
perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara
orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
v
Buku IV : berisi tentang
pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
B. Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/ Doktrin
dibagi dalam 4 bagian yaitu:
v
Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam
hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan
untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang
hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
v
Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul
dari hubungan kekeluargaan yaitu: Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan
hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian dan curatele.
v
Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat
dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang
dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiabn orang itu dinilaikan
dengan uang.
v
Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika
ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Sumber :
HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa
Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai
dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.
Jika
dirumuskan, perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan
Di
dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah
setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian,
perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang
atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat
kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-undang.
Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan
perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan
sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam
perjanjian.
Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian
dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi
undang-undang melulu dan undang- undang dan perbuatan manusia. Sumber
undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut
hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
2. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP
perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1)
Perikatan yang timbul dari persetujuan
(perjanjian).
2)
Perikatan yang timbul dari undang-undang. Dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
·
Perikatan terjadi karena undang-undang semata
·
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat
perbuatan manusia
3)
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi
karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (
zaakwarneming).
3. Azas-azas dalam Hukum
Perikatan
Ketentuan-ketentuan umum diatur dalam bab
I, bab II, bab III, (hanya pasal 1352 dan1353) dan bab IV. Sedangkan
ketentuan-ketentuan khusus diatur dalam bab III(kecuali pasal 1352 dan 1353)
dan bab V s/d bab XVIII. Ketentuan-ketentuankhusus ini memuat tentang perikatan
atau perjanjian bernama.
Termasuk dalam ketentuan umum yaitu :
·
Bab I mengatur tentang perikatan pada umumnya.
·
Bab II mengatur tentang perikatan-perikatan yang
dilahirkan dari perjanjian.
·
Bab III mengatur tentang perikatan-perikatan yang
dilahirkan dari undang-undang.
·
Bab IV mengatur tentang hapusnya perikatan.
Bagian umum tersebut di atas merupakan
asas-asas dari hukumperikatan, sedangkan bagian khusus mengatur lebih lanjut
dari asas-asas ini untuk peristiwa-peristiwa khusus.
4. Wanprestasi dan
akibat-akibatnya
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa
Belanda, yang berarti prestasi buruk wanprestasi (kelalaian dan kealpaan) dapat
berupa (1) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; (2) melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; (3) melakukan apa
yang dijanjikan,tetapi terlambat; (4) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Karena wanprestasi
(kelalaian) mempunyai akibat-akibat
yang begitu penting maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang
melakukan wanprestasi atau lalai,dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus
dibuktikan di muka hakim. Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa
seseorang lalai atau alpa karena sering kali juga tidak dijanjikan dengan tepat
kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan.
5.
Hapusnya
Perikatan
Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur
tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul dari persetujuan maupun dari
undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata.
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa
adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
1.
Pembayaran.
2. Penawaran pembayaran diikuti dengan
penitipan.
3. Pembaharuan utang (inovatie).
4. Perjumpaan utang (kompensasi).
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang.
8. Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur
dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
a. Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab
I).
b.
Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Sumber :