Jumat, 04 Oktober 2013

PEREKONOMIAN INDONESIA SAAT INI


Melemahnya Rupiah terhadap US Dollar.

Pemerintah melalui Presiden dan Kementerian terkait mengumumkan paket kebijakan penyelamatan ekonomi, termasuk didalamnya kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter, untuk mengatasi gejolak pelemahan Rupiah yang sempat menembus level Rp11,000 per US Dollar. Jika dilihat dari nama paket kebijakannya, yakni ‘penyelamatan ekonomi’, maka tujuan akhir dari paket kebijakan tersebut tentunya bukan sekedar untuk mencegah Rupiah agar tidak terperosok lagi, atau untuk mengatasi penurunan bursa saham (IHSG) yang terjadi akhir-akhir ini, melainkan menyelamatkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Jika diperhatikan para pelaku ekonomi di Indonesia mudah terlena dengan mengambil mudahnya mengambil keuntungan dari mengeruk batubara, sehingga lupa untuk mengembangkan industri. ketika Indonesia sempat dihantam efek krisis global pada tahun 2008, mulai timbul kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada ekspor sumber daya alam, dalam hal ini batubara dan kelapa sawit, melainkan para pelaku ekonominya harus pula mendorong pengembangan industri untuk menciptakan hilirisasi, untuk menciptakan produk yang memiliki nilai tambah. Kesadaran ini pula yang kemudian melahirkan Masterplan Percepatan & Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengembangkan infrastruktur, dimana infrastruktur tersebut, baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah, memang sangat diperlukan untuk mengembangkan industri dan pada akhirnya menumbuhkan ekonomi. Ide MP3EI ini pertama kali dicetuskan oleh Presiden SBY pada tahun 2008.

Pada awal tahun 2011 dimana pertumbuhan ekonomi nasional sempat naik berkat dua komoditas sekaligus, yakni batubara dan CPO.  Indonesia sempat mencatat surplus ekspor impor tertinggi hingga lebih, berkat tingginya nilai ekspor batubara dan CPO. Namun pasca tahun 2011 tersebut, seperti yang sudah anda ketahui, keadaan seketika berbalik arah ketika harga-harga komoditas dunia, termasuk CPO dan batubara sebagai andalan utama ekspor Indonesia menurun. Nilai ekspor Indonesia kemudian tertekan, dan karena ditambah oleh meningkatnya arus impor, neraca pedagangan nasional akhirnya menjadi defisit, dan hal ini perlahan tapi pasti menggerus pertumbuhan ekonomi hingga terakhir.
Jadi, jika diurutkan dari semua kejadiaanya.  Pertama, neraca perdagangan kita defisit karena harga batubara dan CPO yang turun. Kedua, defisit tersebut pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi. Dan ketiga, mata uang Rupiah dengan sendirinya melemah sebagai refleksi atas perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut.

Jadi ketika Rupiah melemah, maka itu tidak memberikan dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi ataupun masalah lainnya, melainkan justru perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut-lah, yang kemudian menyebabkan Rupiah melemah. Di negara manapun, pelemahan mata uangnya terhadap ‘mata uang dunia’, yakni US Dollar, memang menjadi semacam pertanda bahwa perekonomian negara yang bersangkutan sedang bermasalah. Tahun 2011 lalu, ketika terjadi Krisis Yunani dan Uni Eropa secara umum, mata uang Euro juga melemah terhadap US Dollar.

Jadi ketika kemarin Pemerintah meluncurkan paket kebijakan, maka judulnya adalah paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan paket kebijakan penyelamatan Rupiah. Karena jika kita ingin agar nilai Rupiah kembali menguat, maka yang harus dibenahi adalah perekonomiannya.

Yang perlu digaris bawahi adalah, defisit perdagangan terjadi karena meningkatnya volume impor, yang belakangan ini tidak lagi mampu diimbangi kenaikan ekspor. Dan hal yang juga perlu diingat adalah pelemahan Rupiah secara otomatis akan membuat harga barang-barang impor menjadi mahal, sehingga masyarakat akan mengurangi membeli barang-barang impor tersebut. Alhasil nilai impor Indonesia akan turun, dan jika nilai ekspornya tetap, maka kita akan sampai pada satu titik tertentu neraca perdagangan kita akan menjadi surplus kembali. Dan juga, pelemahan Rupiah bisa juga dianggap sebagai penyeimbang dalam jangka panjang justru bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian kembali. Meski memang kalau dalam jangka pendek, pelemahan Rupiah akan lebih memberikan efek negatif ketimbang positif, karena naiknya harga barang-barang impor tadi sudah jelas akan menyulitkan beberapa pelaku ekonomi, terutama perusahaan-perusahaan berbasis impor seperti distributor ponsel, farmasi, pakan ternak (karena mereka harus impor jagung, kedelai, dan kacang-kacangan lain), hingga industri umum.