Melemahnya
Rupiah terhadap US Dollar.
Pemerintah melalui
Presiden dan Kementerian terkait mengumumkan paket kebijakan penyelamatan
ekonomi, termasuk didalamnya kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) sebagai
otoritas moneter, untuk mengatasi gejolak pelemahan Rupiah yang sempat menembus
level Rp11,000 per US Dollar. Jika dilihat dari nama paket kebijakannya, yakni
‘penyelamatan ekonomi’, maka tujuan akhir dari paket kebijakan tersebut
tentunya bukan sekedar untuk mencegah Rupiah agar tidak terperosok lagi, atau
untuk mengatasi penurunan bursa saham (IHSG) yang terjadi akhir-akhir ini,
melainkan menyelamatkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Jika
diperhatikan para pelaku ekonomi di Indonesia mudah terlena dengan mengambil
mudahnya mengambil keuntungan dari mengeruk batubara, sehingga lupa untuk
mengembangkan industri. ketika Indonesia sempat dihantam efek krisis global
pada tahun 2008, mulai timbul kesadaran bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
tidak bisa selamanya bergantung pada ekspor sumber daya alam, dalam hal ini
batubara dan kelapa sawit, melainkan para pelaku ekonominya harus pula
mendorong pengembangan industri untuk menciptakan hilirisasi, untuk menciptakan
produk yang memiliki nilai tambah. Kesadaran ini pula yang kemudian melahirkan
Masterplan Percepatan & Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengembangkan infrastruktur, dimana
infrastruktur tersebut, baik dalam bentuk fisik maupun kebijakan pemerintah,
memang sangat diperlukan untuk mengembangkan industri dan pada akhirnya
menumbuhkan ekonomi. Ide MP3EI ini pertama kali dicetuskan oleh Presiden SBY
pada tahun 2008.
Pada
awal tahun 2011 dimana pertumbuhan ekonomi nasional sempat naik berkat dua
komoditas sekaligus, yakni batubara dan CPO.
Indonesia sempat mencatat surplus ekspor impor tertinggi hingga lebih,
berkat tingginya nilai ekspor batubara dan CPO. Namun pasca tahun 2011
tersebut, seperti yang sudah anda ketahui, keadaan seketika berbalik arah
ketika harga-harga komoditas dunia, termasuk CPO dan batubara sebagai andalan
utama ekspor Indonesia menurun. Nilai ekspor Indonesia kemudian tertekan, dan
karena ditambah oleh meningkatnya arus impor, neraca pedagangan nasional
akhirnya menjadi defisit, dan hal ini perlahan tapi pasti menggerus pertumbuhan
ekonomi hingga terakhir.
Jadi,
jika diurutkan dari semua kejadiaanya.
Pertama, neraca perdagangan kita defisit karena harga batubara dan CPO
yang turun. Kedua, defisit tersebut pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi.
Dan ketiga, mata uang Rupiah dengan sendirinya melemah sebagai refleksi atas
perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut.
Jadi
ketika Rupiah melemah, maka itu tidak memberikan dampak perlambatan pertumbuhan
ekonomi ataupun masalah lainnya, melainkan justru perlambatan pertumbuhan
ekonomi tersebut-lah, yang kemudian menyebabkan Rupiah melemah. Di negara
manapun, pelemahan mata uangnya terhadap ‘mata uang dunia’, yakni US Dollar,
memang menjadi semacam pertanda bahwa perekonomian negara yang bersangkutan
sedang bermasalah. Tahun 2011 lalu, ketika terjadi Krisis Yunani dan Uni Eropa
secara umum, mata uang Euro juga melemah terhadap US Dollar.
Jadi
ketika kemarin Pemerintah meluncurkan paket kebijakan, maka judulnya adalah
paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan paket kebijakan penyelamatan
Rupiah. Karena jika kita ingin agar nilai Rupiah kembali menguat, maka yang
harus dibenahi adalah perekonomiannya.
Yang
perlu digaris bawahi adalah, defisit perdagangan terjadi karena
meningkatnya volume impor, yang belakangan ini tidak lagi mampu diimbangi
kenaikan ekspor. Dan hal yang juga perlu diingat adalah pelemahan Rupiah secara
otomatis akan membuat harga barang-barang impor menjadi mahal, sehingga
masyarakat akan mengurangi membeli barang-barang impor tersebut. Alhasil nilai
impor Indonesia akan turun, dan jika nilai ekspornya tetap, maka kita akan
sampai pada satu titik tertentu neraca perdagangan kita akan menjadi surplus
kembali. Dan juga, pelemahan Rupiah bisa juga dianggap sebagai penyeimbang dalam
jangka panjang justru bermanfaat untuk menumbuhkan perekonomian kembali. Meski
memang kalau dalam jangka pendek, pelemahan Rupiah akan lebih memberikan efek
negatif ketimbang positif, karena naiknya harga barang-barang impor tadi sudah
jelas akan menyulitkan beberapa pelaku ekonomi, terutama perusahaan-perusahaan
berbasis impor seperti distributor ponsel, farmasi, pakan ternak (karena mereka
harus impor jagung, kedelai, dan kacang-kacangan lain), hingga industri umum.