TERSESAT
DIDALAM GUA
Suatu
ketika ada sekumpulan mahasiswa yang berencana pergi untuk mengakhiri masa-masa
liburan akhir semesternya disebuah pedesaan di dekat kaki gunung. Mereka
berencana untuk pergi kedalam sebuah gua untuk melihat-lihat bagaimana rupa
dalam gua tersebut.
Saat
bersiap-siap pemandu tour mereka menyuruh untuk memakai pakaian yang tebal dan
membawa persediaan bekal yang cukup. Ia tahu bahwa untuk memasuk kedalam gua
mempunyai hawa yang dingin. Dan ternyata setelah mereka memasuki lorong gua
yang terasa pertama adalah udara dingin dan ruangan gelap yang menghampiri
mereka. Mereka bersiap-siap untuk masuk lebih dalam lagi sambil menyoroti
senter kearah mana mereka akan melanjutkan.
Mereka
menyelusuri lorong yang gelap, dingin dan ternyata jalan mereka terhalang
sebuah dinding tinggi yang mengharuskan mereka semua untuk memanjat keatas.
“Ayo
kita pergi keatas, kita lihat ada apa diatas sana!” kata Rendy sambil memandang
penasaran keatas.
“Wah,
kita seperti pemburu harta karun saja, ayo kita keatas!” kata Wendy.
Pak
Dede mulai memanjat dan memilih tempat berpijak yang tepat, yang dapat dilalui
oleh lainnya keatas. Satu per satu anak-anak yang lain menyusul keatas dan
sesampainya mereka semua berguma kagum dengan keindahan dinding gua yang memancarkan
cahaya.
“Saya
fikir dinding ini berkilau mungkin karena ada fosfor yang terkandung didalamnya,
makanya dinding itu memacarkan cahaya.” Seru Nesha.
Mereka
melanjuti dan menikmati perjalanan mereka didalam perut gua tersebut,
menyelusuri lorong yang berkilauan bila terkena pantulan cahaya senter.
Sesampai di ujung lorong ternyata mereka melihat seperti terowongan yang
tingginya tidak lebih tinggi dari tinggi tubuh mereka.
“Ujung
terowongan ini sampai dimana ya?, apakah kita akan melanjutkan jalan kita
kedalam?” kata Nino. ” Dan lihat lantai terowongan ini halus sekali seperti
sudah di asah oleh manusia, atau mungkin lantai ini menjadi halus karana ada
aliran sungai bawah tanah yang mengaliri terowongan ini dulu”.
“Ya
kita lihat saja, paling hanya lima menit kita sampai diujung terowongan.” Ujar Rendy
percaya diri.
Ternyata
setelah berjalan terus sampai disebuah lorong lagi, tapi tidak tahu ujung dari
lorong tersebut. Mereka mendengar suara-suara yang aneh setiap mereka
melangkahkan kakinya.
“Suara
apa itu?” Tanya Mey dengan takut.
“Mungkin
suara kelelawar!, karena disini banyak kelelawar yang terbang mengelilingi atap
gua ini” seru Pak Dede sekonyong konyong.
”Tapi
ada suara yang lain, seperti terdengar seperti air yang mengalir!” seru Wendy.
Mereka
semua menuju kesumber arah suara yang mereka dengar dan ternyata terdengar
aliran air sungai yang alirannya tenang, mereka memperhatikan kearah mana
alirah sungai itu. Menurut Nino terowongan yang tadi dilewati pada zaman dulu
aliran sungai ini mengaliri terowongan tersebut dengan bukti lantai terowongan
itu halus dan berbeda dari mulut gua saat masuk tadi.
“Dan
mungkin aliran arahnya berubah karena didasar gua terdapat lengkungan dalam
didasar gua.” Kata Rendy. “Ayo kita lanjutkan.”
Mereka
melanjutkan perjalanannya dengan menyelusuri sungai dan mereka berfikir tidak
akan lama lagi dapat melihat cahya matahari sebentar lagi. Dan lagi-lagi
presepsi mereka salah, mereka menemukan jalan buntu dan aliran sungai masuk
keselah-selah bebatuan sempit yang menuju kearah bawah gua. Tentu mereka
terheran-heran. Mana Lubangnya?. Pak Dede dan Rendy menyoroti senternya
kesegalah arah dan mendapat suatu lubang yang berada tepat diatas mereka, tapi
tidak ada cahaya matahari yang masuk.
“Lihat
diatas!” kata Pak Dede
“Tapi
kenapa tidak ada cahaya matahari diatas!” kata Mey. “Apa kita tidak bisa
keluar!”. Dengan wajah cemas memandang keatas.
“Apa
yang kita lakukan sekarang?” kata Arya.
Pak
Dede terdiam, ia marah dengan dirinya karena tidak memikirkan kemungkingan itu.
Mereka akhirnya beristirahat sejenak sambil memikirkan dan merundingkan apa
yang harus dilakukan mereka sekarang.
“Ayo
kita makan saja dulu! Perutku sudah
lapar! Mungkin saat perut kita kenyang, kita bisa berfikir dan menambah tenaga
lebih!” seru Nesha.
Setelah
perut mereka terisi, mereka memutuskan untuk melanjutkan naik keatas
lubang langit-langit, dan sesampainya
diatas mereka melihat rongga lubang luas yang lebih besar dari rongga lubang
sebelumnya. Dan terdapat dua lorong yang tidak tahu kemana ujung kedua lorong
tersebut, mereka merundingkan kearah mana lorong yang akan ditujunya.
“Kearah
mana kita sekarang?, apa kita berpencar?” kata Mey
“Jangan!!!,
kalau kita berpencar satu dari kolompok akan tersesat lebih dalam. Lebih baik
kita bersama.” Kata Pak Dede
“Lalu
kita pilih kemana sekarang? Kanan atau kiri yang kita pilih?” ujar Arya
kebingungan.
Setelah
berunding kearah mana mereka melanjutkan jalan dan memutuskan kearah kanan
untuk melanjutkannya dengan lantai dasar gua agak menjorok kebawah. Dan benar
aliran sungai yang sebelumnya mereka telusuri dalam perjalan bertemu kembali
digua yang mereka lalui.
Menurut
Rendy “Sekarang kita lebih baik menyalahkan satu atau dua senter saja, untuk
mengantisipasi kemungkinan hal yang tidak diinginkan”.
Anak-anak
memadamkan senter mereka karena untuk mengantisipasi hal yang buruk. Mereka
menyelusuri lorong gua yang tergenang aliran sungai. Dan berhati-hati dalam
melangkah karena dasar sungai agak licin dikarenakan lumut yang tumbuh.
“Ohh,
aliran ini apa mungkin sungai ini akan mengalir keluar lubang yang ada disisi
bukit yang tadi kita lihat diluar.” Kata Nino
“Mungkin,
Baiklah.” Kata Pak Dede. “Saya jalan duluan kalian ikuti saya dari belakang.”
“Ahhh,
ada yang bergerak di dekat kakiku!!” seru Nasha ketakutan.
“Itu
hanya ikan atau kura-kura yang menghuni aliran sungai ini.” Kata Rendy.
“Kura-kura?
Apa mungkin kura-kura dapat bertahan hidup ditempat seperti ini? Kalau ikan
masih dapat masuk akal tapi kalau kura-kura apa mungkin!” seru Mey penasaran
“Sudah-sudah
jangan berfikir macam-macam, kita bicarakan hal yag lain.” Kata Wendy yang
mencairkan susana.
Aliran
sungai mulai deras, kaki mereka seperti ditarik-tarik oleh derasnya aliran
sungai. Terdapat dua cabang aliran sungai Berjalan mengarungi sungai yang sedikit demi
sedikit air mulai naik sampai batas pinggang.
“Mudah-mudahan
saja tidak semakin tinggi air ini.” Ujar Arya.
Mujur
bagi mereka karena air tidak bertambah tinggi, tapi aliran airnya semakin
deras.
Tiba-tiba
Pak Dede melihat cahaya terang yang muncul dari ujung lorong. “Cahaya
matahari!” ujar Pak Dede.
“Yeehh..”
semuanya bersorak kegirangan.
Cahaya
matahari mulai merembas masuk kedalam lorong gua dan memantulkan cahayanya di
air yang mengalir disekitar mereka.
“Kita
hampir sampai, ayo cepat kita keluar.” Ujar Rendy dengan semangat.
Dengan
perasaan lega dan wajah yang cemas sekarang berubah menjadi raut wajah yang
senang, mereka semua melanjutkan langkahnya untuk keluar dari gua.
“Sampai
sampai, kita sampai.” Sorak semua.
Mereka
cepat-cepat menuruni bukit dan mengucapkan syukur karena dapat keluar dari
perut gua.
“Sudah
berapa lama ya kita didalam?” kata Arya.
“Kita
berangkat masuk pagi dan sekarang sudah senja. Ya kemungkinan kita didalam
hamper seharian.” Kata Pak Dede.
“Sudahlah,
Ayo kita bergegas pulang hari sudah senja.” Seru Rendy.
“Pulang.”
Semua bersorak dengan perasaan yang lega.
Mereka
pulang dengan hati yang gembira dengan pengalaman yang mereka dapat saat
didalam gua, dengan kebersamaan yang saling bantu-menbantu, kesetiakawanan
mereka dapatkan dalam perjalanan keluar dari perut gua tersebut.