Jumat, 03 Januari 2014

Cerpen

TERSESAT DIDALAM GUA


Suatu ketika ada sekumpulan mahasiswa yang berencana pergi untuk mengakhiri masa-masa liburan akhir semesternya disebuah pedesaan di dekat kaki gunung. Mereka berencana untuk pergi kedalam sebuah gua untuk melihat-lihat bagaimana rupa dalam gua tersebut.
Saat bersiap-siap pemandu tour mereka menyuruh untuk memakai pakaian yang tebal dan membawa persediaan bekal yang cukup. Ia tahu bahwa untuk memasuk kedalam gua mempunyai hawa yang dingin. Dan ternyata setelah mereka memasuki lorong gua yang terasa pertama adalah udara dingin dan ruangan gelap yang menghampiri mereka. Mereka bersiap-siap untuk masuk lebih dalam lagi sambil menyoroti senter kearah mana mereka akan melanjutkan.
Mereka menyelusuri lorong yang gelap, dingin dan ternyata jalan mereka terhalang sebuah dinding tinggi yang mengharuskan mereka semua untuk memanjat keatas.
“Ayo kita pergi keatas, kita lihat ada apa diatas sana!” kata Rendy sambil memandang penasaran keatas.
“Wah, kita seperti pemburu harta karun saja, ayo kita keatas!” kata Wendy.
Pak Dede mulai memanjat dan memilih tempat berpijak yang tepat, yang dapat dilalui oleh lainnya keatas. Satu per satu anak-anak yang lain menyusul keatas dan sesampainya mereka semua berguma kagum dengan keindahan dinding gua yang memancarkan cahaya.
“Saya fikir dinding ini berkilau mungkin karena ada fosfor yang terkandung didalamnya, makanya dinding itu memacarkan cahaya.” Seru Nesha.
Mereka melanjuti dan menikmati perjalanan mereka didalam perut gua tersebut, menyelusuri lorong yang berkilauan bila terkena pantulan cahaya senter. Sesampai di ujung lorong ternyata mereka melihat seperti terowongan yang tingginya tidak lebih tinggi dari tinggi tubuh mereka.
“Ujung terowongan ini sampai dimana ya?, apakah kita akan melanjutkan jalan kita kedalam?” kata Nino. ” Dan lihat lantai terowongan ini halus sekali seperti sudah di asah oleh manusia, atau mungkin lantai ini menjadi halus karana ada aliran sungai bawah tanah yang mengaliri terowongan ini dulu”.
“Ya kita lihat saja, paling hanya lima menit kita sampai diujung terowongan.” Ujar Rendy percaya diri.
Ternyata setelah berjalan terus sampai disebuah lorong lagi, tapi tidak tahu ujung dari lorong tersebut. Mereka mendengar suara-suara yang aneh setiap mereka melangkahkan kakinya.
“Suara apa itu?” Tanya Mey dengan takut.
“Mungkin suara kelelawar!, karena disini banyak kelelawar yang terbang mengelilingi atap gua ini” seru Pak Dede sekonyong konyong.
”Tapi ada suara yang lain, seperti terdengar seperti air yang mengalir!” seru Wendy.
Mereka semua menuju kesumber arah suara yang mereka dengar dan ternyata terdengar aliran air sungai yang alirannya tenang, mereka memperhatikan kearah mana alirah sungai itu. Menurut Nino terowongan yang tadi dilewati pada zaman dulu aliran sungai ini mengaliri terowongan tersebut dengan bukti lantai terowongan itu halus dan berbeda dari mulut gua saat masuk tadi.
“Dan mungkin aliran arahnya berubah karena didasar gua terdapat lengkungan dalam didasar gua.” Kata Rendy. “Ayo kita lanjutkan.”
Mereka melanjutkan perjalanannya dengan menyelusuri sungai dan mereka berfikir tidak akan lama lagi dapat melihat cahya matahari sebentar lagi. Dan lagi-lagi presepsi mereka salah, mereka menemukan jalan buntu dan aliran sungai masuk keselah-selah bebatuan sempit yang menuju kearah bawah gua. Tentu mereka terheran-heran. Mana Lubangnya?. Pak Dede dan Rendy menyoroti senternya kesegalah arah dan mendapat suatu lubang yang berada tepat diatas mereka, tapi tidak ada cahaya matahari yang masuk.
“Lihat diatas!” kata Pak Dede
“Tapi kenapa tidak ada cahaya matahari diatas!” kata Mey. “Apa kita tidak bisa keluar!”. Dengan wajah cemas memandang keatas.
“Apa yang kita lakukan sekarang?” kata Arya.
Pak Dede terdiam, ia marah dengan dirinya karena tidak memikirkan kemungkingan itu. Mereka akhirnya beristirahat sejenak sambil memikirkan dan merundingkan apa yang harus dilakukan mereka sekarang.
“Ayo kita makan  saja dulu! Perutku sudah lapar! Mungkin saat perut kita kenyang, kita bisa berfikir dan menambah tenaga lebih!” seru Nesha.
Setelah perut mereka terisi, mereka memutuskan untuk melanjutkan naik keatas lubang  langit-langit, dan sesampainya diatas mereka melihat rongga lubang luas yang lebih besar dari rongga lubang sebelumnya. Dan terdapat dua lorong yang tidak tahu kemana ujung kedua lorong tersebut, mereka merundingkan kearah mana lorong yang akan ditujunya.
“Kearah mana kita sekarang?, apa kita berpencar?” kata Mey
“Jangan!!!, kalau kita berpencar satu dari kolompok akan tersesat lebih dalam. Lebih baik kita bersama.” Kata Pak Dede
“Lalu kita pilih kemana sekarang? Kanan atau kiri yang kita pilih?” ujar Arya kebingungan.
Setelah berunding kearah mana mereka melanjutkan jalan dan memutuskan kearah kanan untuk melanjutkannya dengan lantai dasar gua agak menjorok kebawah. Dan benar aliran sungai yang sebelumnya mereka telusuri dalam perjalan bertemu kembali digua yang mereka lalui.
Menurut Rendy “Sekarang kita lebih baik menyalahkan satu atau dua senter saja, untuk mengantisipasi kemungkinan hal yang tidak diinginkan”.
Anak-anak memadamkan senter mereka karena untuk mengantisipasi hal yang buruk. Mereka menyelusuri lorong gua yang tergenang aliran sungai. Dan berhati-hati dalam melangkah karena dasar sungai agak licin dikarenakan lumut yang tumbuh.
“Ohh, aliran ini apa mungkin sungai ini akan mengalir keluar lubang yang ada disisi bukit yang tadi kita lihat diluar.” Kata Nino
“Mungkin, Baiklah.” Kata Pak Dede. “Saya jalan duluan kalian ikuti saya dari belakang.”
            “Ahhh, ada yang bergerak di dekat kakiku!!” seru Nasha ketakutan.
“Itu hanya ikan atau kura-kura yang menghuni aliran sungai ini.” Kata Rendy.
“Kura-kura? Apa mungkin kura-kura dapat bertahan hidup ditempat seperti ini? Kalau ikan masih dapat masuk akal tapi kalau kura-kura apa mungkin!” seru Mey penasaran
“Sudah-sudah jangan berfikir macam-macam, kita bicarakan hal yag lain.” Kata Wendy yang mencairkan susana.
Aliran sungai mulai deras, kaki mereka seperti ditarik-tarik oleh derasnya aliran sungai. Terdapat dua cabang aliran sungai  Berjalan mengarungi sungai yang sedikit demi sedikit air mulai naik sampai batas pinggang.
“Mudah-mudahan saja tidak semakin tinggi air ini.” Ujar Arya.
Mujur bagi mereka karena air tidak bertambah tinggi, tapi aliran airnya semakin deras.
Tiba-tiba Pak Dede melihat cahaya terang yang muncul dari ujung lorong. “Cahaya matahari!” ujar Pak Dede.
“Yeehh..” semuanya bersorak kegirangan.
Cahaya matahari mulai merembas masuk kedalam lorong gua dan memantulkan cahayanya di air yang mengalir disekitar mereka.
“Kita hampir sampai, ayo cepat kita keluar.” Ujar Rendy dengan semangat.
Dengan perasaan lega dan wajah yang cemas sekarang berubah menjadi raut wajah yang senang, mereka semua melanjutkan langkahnya untuk keluar dari gua.
“Sampai sampai, kita sampai.” Sorak semua.
Mereka cepat-cepat menuruni bukit dan mengucapkan syukur karena dapat keluar dari perut gua.
“Sudah berapa lama ya kita didalam?” kata Arya.
“Kita berangkat masuk pagi dan sekarang sudah senja. Ya kemungkinan kita didalam hamper seharian.” Kata Pak Dede.
“Sudahlah, Ayo kita bergegas pulang hari sudah senja.” Seru Rendy.
“Pulang.” Semua bersorak dengan perasaan yang lega.
Mereka pulang dengan hati yang gembira dengan pengalaman yang mereka dapat saat didalam gua, dengan kebersamaan yang saling bantu-menbantu, kesetiakawanan mereka dapatkan dalam perjalanan keluar dari perut gua tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar